Kisah Hukuman dalam Mitologi Yunani


Arakhne
Dahulu kala di kota Maionia di daerah Asia Minor, hiduplah seorang gadis cantik yang memiliki bakat menenun yang sangat luar biasa. Bukan hanya hasil karyanya, namun cara dia menenun pun sangat cantik, bahkan para nimfa akan meninggalkan hutan dan mata air mereka hanya untuk melihatnya menenun dan menikmati karyanya. Nama sang penenun ulung itu adalah Arakhne.
Ia mengambil gulungan benang yang kusut, kemudian dengan telaten mengurainya dan membentuknya menjadi halus dan ringan seperti awan. Setiap gerakan tangannya sangat piawai dalam mengatur belitan, jahitan, dan pola-pola dalam tenunannya. Saking indahnya tenunan gadis itu, banyak orang yang mengatakan bahwa dewi Athena (dewi penenun) sendirilah yang mengajarinya menenun.
Namun Arakhne bereaksi keras terhadap kata-kata itu. Ia menolak jika ia dianggap sebagai murid dari Athena, bahkan ia berkata bahwa kemampuan menenunnya mampu mengalahkan Athena dan ia juga menantang secara terbuka dewi Athena untuk mengadu keahlian menenun dengannya.
Athena mendengar kesombongan Arakhne, namun ia masih ingin memberikan kesempatan bertobat pada Arakhne. Athena pun mendatangi Arakhne yang sedang menenun dalam wujud seorang wanita tua.
Wanita tua itu berkata, "Tenunanmu memang sangat indah, tapi dengarkanlah saranku. Kau boleh menantang sesama manusia untuk mengadu kemampuan menenun semaumu, namun janganlah menantang seorang dewi, malah menurutku sebaiknya kau meminta maaf kepada Athena atas kata-katamu sebelumnya. Ia sangat bijak dan pemaaf, kau mungkin masih bisa dimaafkannya."
Arakhne langsung berhenti menenun, kemudian berteriak kepada wanita tua itu, "Simpan saja saranmu untuk anak cucumu nenek tua! Aku tahu apa yang aku katakan dan tidak akan mencabutnya!! Aku tidak takut dengan dewimu, biar saja dia datang dan mencoba melawanku!!"
Athena pun melepaskan penyamarannya dan menjawab, "Tantanganmu kuterima."
Para nimfa yang ada, langsung bersujud di hadapan Athena, demikian juga orang-orang lainnya. Sementara Arakhne gugup melihat kehadiran sang dewi, namun ia tetap melanjutkan tantangan itu.

Pertandingan antara Arakhne dan Athena berlangsung seru. Benang-benang melayang ringan penuh warna dan keindahan. Masing-masing menenun dengan sangat cepat, namun dengan gerakan yang amat cantik. Tak lama, kain hasil tenunan mereka pun selesai.
Pada kain tenunan Athena, bagian tengahnya terdapat gambar kedua belas dewa Olimpus di atas tahta masing-masing, dan di keempat sudutnya tergambarkan para dewa yang marah dengan manusia-manusia yang membangkang. Hal itu untuk memperingatkan lawannya agar lekas menyerah sebelum semuanya terlambat.
Sedangkan pada kain tenunan Arakhne yang sangat indah, terlukiskan para dewa yang sedang berzina, berselingkuh, dan memperkosa banyak wanita. Adalah Poseidon dan Zeus, ayah Athena, yang paling banyak dilukiskan di sana.
Athena mengagumi karya Arakhne namun sangat murka dengan apa yang terlukis diatasnya. Ia tidak terima jika ada seorang manusia yang menjelek-jelekkan ayahnya. Athena pun menghancurkan hasil karya Arakhne.

Kemudian ia menyentuh dahi Arakhne dan dengan kekuatannya, Athena membuatnya merasakan rasa bersalah dan rasa malu yang amat sangat. Tidak tahan dengan perasaan itu, Arakhne langsung berlari dan menggantung dirinya.
Namun Athena merasa kasihan dengan Arakhne yang tengah mati tergantung pada tali, hingga akhirnya Athena berkata, "HIiduplah!! wahai gadis penuh dosa!! Camkan pelajaran ini, dan kau serta keturunanmu akan terus bergantung dan melanjutkan apa yang biasa engkau lakukan!!"
Wujud Arakhne perlahan berubah. Tubuhnya mengecil dan menjadi seekor hewan yang kita kenal dengan sebutan laba-laba, untuk terus menenun selama hidupnya.



Erisikhthon
Erisikhthon adalah putra Triopas dan ayah Maistra.
Erisikhthon adalah pria yang kaya dan pongah. Suatu hari dia menebang pohon di sebuah hutan suci padahal dia sudah diperingatkan bahwa itu bisa memicu kemarahan para dewa. Akibat perbuatannya itu, seorang Driad (nimfa pohon) yang tinggal di pohon tersebut mati. Para Driad yang lain melaporkan hal ini pada Demeter.
Demeter yang marah lalu menghukum Erisikhthon dengan rasa lapar yang tak pernah terpuaskan. Erisikhthon memakan semua makan yang dia punya namun dia tak pernah merasa kenyang. Erisikhthon kemudian menjual semua barang-barangnya untuk membeli makanan sampai dia tak punya apa-apa kecuali putrinya. Dan karena dia masih terus merasa lapar, putrinya pun ia jual juga.
Maistra, putri Eriskhthon, membiarkan tubuhnya disetubuhi oleh dewa Poseidon. Sebagai balasannya, Poseidon memberi Maistra kemampuan berubah wujud. Dengan kemampuan itu, Maistra selalu bisa kabur dari orang yang baru saja membelinya. Setelah kabur, Maistra kembali pada ayahnya dan Erisikhthon menjual lagi Maistra pada orang lain, begitulah seterusnya sampai akhirnya Eriskhthon putus asa karena rasa laparnya dan dia pun memakan dirinya sendiri sampai mati.



 
Iksion
Iksion adalah raja bangsa Lapith di Thessali.
Iksion menikahi Dia, putri dari Eionios, namun Iksion menolak membayar mas kimpoi pada mertuanya. Eionios kesal dan mengambil kuda betina Iksion sebagai jaminan. Iksion akhirnya berjanji akan membayar mahar asalkan Eionios mau datang ke kerajaan Iksion. Namun setelah Eionios datang, Iksion malah membunuhnya dengan melemparnya ke dalam lubang api. Itu adalah permbunuhan antarkeluarga yang pertama terjadi.
Karena perbuatanya itu, tidak ada yang mau menyucikan Iksion. Akhirnya Zeus sendirilah yang turun tangan untuk menyucikan Iksion. Zeus bersedia melakukannya karena dia bernafsu dan ingin menyetubuhi Dia, istri Iksion.
Zeus lalu mengundang Iksion ke Olimpus. Di sana Iksion berjumpa Hera dan menjadi bernafsu pada istri Zeus tersebut. Zeus pun menjadi curiga pada Iksion namun tidak langsung menghukumnya.
Zeus kemudian membentuk sebuah awan menjadi Nefele, seorang perempuan yang sangat mirip dengan Hera. Ketika Iksion melihat Nefele, Iksion mengira itu adalah Hera dan langsung bersetubuh dengannya. Zeus akhirnya tahu bahwa Iksion memang menginginkan Hera.
Karena Iksion berani-beraninya menginginkan Hera, Zeus pun menghukum Iksion dengan mengirimnya ke Tartaros. Di sana Iksion diikat di sebuah roda api yang terus berputar tiada henti.
Sementara anak hasil dari hubungan Nefele dan Iksion adalah Kentauros, yang merupakan leluhur para Centaur.




 
Koronis
Koronis adalah putri dari Flegias raja Thessali. Koronis merupakan kekasih Apollo.
Ketika Koronis sedang hamil bayi Apollo, Koronis malah selingkuh dan bercinta dengan pria lain yang bernama Iskhis. Perselingkuhan ini diketahui oleh seekor gagak, yang langsung menyampaikan berita ini pada Apollo.
Apollo sangat marah setelah mendengar perselingkuhan itu. Apollo langsung mendatangi kediaman Koronis. Dia sana, Apollo membunuh Koronis beserta Iskhis. Namun ketika mayat Koronis sedang dibakar di tumpukan kayu bakar, Apollo menjadi menyesal atas perbuatannya. Apollo lalu menyelamatkan bayi yang sedang dikandung Koronis. Bayi itu diberi nama Asklepios dan oleh Apollo diberikan pada Khiron untuk dibesarkan.
Apollo melampiaskan penyesalannya pada sang gagak yang membocorkan rahasia Koronis. Apollo mengubah bulu burung gagak yang awalnya seputih salju menjadi hitam pekat, dan sejak itu burung gagak menjadi pembawa berita kematian. Selain itu Apollo juga menempatkan burung gagak di angkasa sebagai rasi bintang Corvus.



Midas
Suatu hari, Dionisos menyadari bahwa gurunya, Silenos, telah menghilang. Silenos sedang mabuk dan berjalan-jalan dalam keadaan mabuk. Silenos ditemukan oleh beberapa petani dan dibawa pada raja Midas.
Midas tahu siapa Silenos dan memerlakukannya dengan sangat baik. Setelah menjamu Silenos selama sepuluh hari, Midas mengembalikan Silenos pada Dionisos. Atas kebaikannya, Midas dihadiahi satu permintaan. Midas meminta supaya apapun yang disentuhnya berubah menjadi emas. Dionisos mengabulkannya meskipun dia menyayangkan mengapa Midas tidak meminta sesuatu yang lebih baik. Midas sangat senang, dia menyentuh pohon dan batu yang kemudian berubah menjadi emas. Midas merasa bahwa kini dia bisa menjadi raja paling kaya di dunia. Midas lalu pulang dan menyuruh pelayannya menyiapkan makanan. Tetapu dia segera menyadari bahwa dia tak bisa menikmatinya karena makanan dan air pun berubah menjadi emas. Bahkan dia membuat putrinya sendiri menjadi emas.
Menyesal atas keputusannya, Midas berdoa pada Dionisos agar bisa lepas dari sentuhan emasnya. Dionisos mendengar doa Midas dan menyuruhnya mencuci tangannya di sungai Paktolos. Midas mengikuti anjuran Dionisos dan ketika dia menyentuhkan tangannya ke air sungai, kekuatan sentuhan emas tersebut terbawa oleh air sungai. Akhirnya Midas kembali seperti semula sedangkan pasir sungai tersebut berubah menjadi berwarna emas.




Likaon
Likaon adalah raja di Arkadia. Dia berhubungan seksual dengan lima puluh orang perempuan sehingga memiliki lima puluh orang putra.
Likaon dan putra-putranya sangat sombong dan arogan. Untuk menyelidikinya, Zeus mendatangi kerajaan Likaon dengan menyamar sebagai pelancong. Zeus lalu disambut dan dijamu oleh Likaon. Likaon harus menyuguhkan makanan pada tamunya, maka Likaon pun menyuruh putra-putranya untuk membunuh adik termuda mereka, Niktimos. Setelah dibunuh, daging Niktimos dimasak dan dihidangkan oleh Likaon ke hadapan Zeus.
Zeus mengenali bahwa itu adalah daging manusia. Zeus menjadi marah dan membalikkan meja. Sebagai hukuman atas perbuatan Likaon dan putra-putranya, Zeus mengubah Likaon menjadi seekor serigala, sedangkan semua putra Likaon dihantam sampai mati oleh Zeus dengan petirnya. Sementara itu Niktimos, sang anak yang malang, oleh Zeus dihidupkan lagi.


Tantalos
Tantalos adalah raja Sipilos, Lidia. Tantalos merupakan putra Zeus dan nimfa Plouto. Tantalos menikahi Dione dan menjadi ayah dari Pelops dan Niobe.
Tantalos adalah raja yang dikasihi oleh para dewa. Suatu hari para dewa mengundangnya ke Olimpus untuk ikut makan bersama. Namun Di sana Tantalos malah secara diam-diam mencuri ambrosia dan nektar, makanan dan minuman para dewa. Tantalos juga membagi ambrosia dan nektar curian itu dengan teman-temannya.
Setelah dijamu oleh para dewa, giliran Tantalos yang mengundang para dewa untuk makan di istananya. Namun Tantalos menyiapkan makanan yang tidak biasa untuk para tamunya. Tantalos membunuh anaknya sendiri, Pelops, lalu memasaknya dan menyajikannya pada para dewa.
Demeter, yang saat itu masih berduka akibat kehilangan putrinya Persefone, tanpa pikir panjang langsung saja menyantap daging yang disuguhkan oleh Tantalos.
Adalah Poseidon yang sadar bahwa ini adalah daging manusia. Sang dewa laut langsung memberitahu para dewa lainnya.
Zeus sangat marah atas perbuatan Tantalos. Zeus pun menghukum Tantalos dengan mengirimnya ke Tartaros. Di sana Tantalos dirantai di atas sebuah kolam yang penuh air, namun jika Tantalos hendak meminum airnya, maka air di kolam tersebut akan surut. Sementara di atas Tantalos terdapat dahan pohon dengan buahnya, yang akan langsung terangkat ke atas jika Tantalos mencoba memakannya. Begitulah, Tantalos dihukum dengan penderitaan lapar dan haus yang tak pernah bisa terpenuhi walaupun dikelilingi makanan dan air.
Sementara itu para dewa menyusun kembali daging-daging Pelops dan menghidupkannya lagi. Tetapi sebelah bahu Pelops sudah hilang dimakan oleh Demeter, maka Hefaistos membuat sebuah bahu dari gading untuk Pelops.


Niobe
Niobe adalah putri dari Tantalos dan istri Amfion. Niobe berkuasa di Thebes. Niobe memiliki tujuh pasang putra-putri, yang dikenal sebagai Niobid.
Karena memiliki anak yang banyak, Niobe menjadi sombong dan mengklaim bahwa dia lebih hebat dari Leto, yang hanya punya dua anak. Niobe bahkan melarang orang-orang menyembah Leto, menurutnya dia lebih pantas disembah dariapda Leto.
Leto mendengar kesombongan Niobe lalu memanggil kedua anaknya, Apollo dan Artemis. Leto menyuruh mereka menghukum Niobe. Apollo dan Artemis membawa busur perak mereka dan langsung pergi menuju Thebes.
Ketika Apollo tiba, para putra Niobe sedang berlatih olahraga. Apollo memanah mereka dan satu per satu putra-putra Niobe pun mati. Amfion tidak kuasa melihat putra-putranya mati, maka dia pun bunuh diri.
Sementara jiwa Niobe terguncang bergitu tahu semua putranya mati, namun dia tidak mau meminta ampun pada Leto. Niobe bahkan berkata bahwa putri-putrinya masih lebih banyak dibandingkan anak Leto.
Kali ini Artemis yang maju. Ketika putri-putri Niobe sedang menangisi saudara-saudara mereka yang mati, Artemis langsung memanah mereka, dan mereka pun mati satu per satu oleh panah sunyi Artemis hingga hanya tinggal satu saja yang tersisa. Niobe berusaha melindungi putri terakhirnya itu dengan memeluknya. Namun panah Artemis tetap mampu membunuh anak terakhir Niobe. Kini tak ada lagi anak Niobe yang tersisa.
Niobe sangat berduka atas kematian semua anak-anaknya. Akhirnya dia diubah menjadi batu.


Sisifos
Sisifos adalah pendiri sekaligus raja di Efra. Sisifos melihat Zeus menculik Aigina ke pulau Oinoni, maka Sisifos pun memberitahukan hal ini pada Asopus, ayah Aigina, yang bingung mencari ke mana perginya putrinya.
Akibat tindakannya itu, Zeus marah pada Sisifos. Zeus pun menyuruh Thanatos, dewa kematian, untuk mengurung Sisifos di Tartaros. Namun Ketika Thatanos hendak merantai Sisifos, Sisifos terlebih dahulu meminta Thatantos mencoba dahulu rantai tersebut untuk menunjukkan cara kerjanya. Setelah Thanatos merantai dirinya sendiri, Sisifos menguncinya sehingga Thanatoslah yang malah terjebak. Hal ini menyebabkan tidak ada manusia yang bisa mati. Ares, yang merasa kesal karena tidak ada manusia yang mati dalam pertempuran, akhirnya membebaskan Thanatos, yang kemudian membuat Sisifos mati.
Sebelum Sisifos mati, dia meminta istrinya untuk tidak menguburnya dan melemparkan mayatnya ke tengah keramaian, yang dituruti oleh istrinya. Setelah mati dan sampai di dunia bawah, Sisifos membujuk Persefon, ratu dunia bawah, untuk mengizinkannya keluar sebentar ke alam manusia dan menyuruh istrinya memberi penguburan yang layak. Persefon mengizinkanya dan Sisifos pun kembali ke Efra. Namun setelah bebas, Sisifos malah menolak untuk kembali ke dunia bawah dan ingin tetap di alam manusia. Akhirnya Sisifos dibawa ke Tartaros secara paksa oleh Hermes.
Di Tartaros, Sisifos dihukum untuk mengangkat batu besar ke atas bukit. Setelah sampai di atas, batu tersebut akan menggelinding kembali ke bawah dan Sisifos harus mengangkatnya lagi dan lagi.


Pentheus
Setelah berkelana d Asia, dewa Dionisos kemudian memutuskan untuk menyebarkan ritualnya di tempat asalnya, yakni Thebes. Ketika itu Thebes dipimpin oleh Pentheus, sepupu Dionisos. Namun Pentheus tidak mempercayai bahwa Dionisos adalah dewa. Pentheus berpikir bahwa ritual yang dibawa Dionisos adalah memalukan dan menjijikan.
Kadmos dan Teiresias, kakek dan teman Pentheus, berusaha mengajak Pentheus untuk mempercayai Dionisos. Namun Pentheus tetap berpegang pada pendiriannya. Pentheus malah semakin menekan kegiatan kelompok pemujaan Dionisos.
Pentheus sempat menangkap Dionisos namun Dionisos bisa melepaskan ikatannya dan membuka pintu penjara dengan mudah.
Ibu Pentheus (Agave} dan dua bibinya (Autone dan Ino) juga tidak mempercayai kedewaan Dionisos, maka Dionisos pun berniat menghukum mereka. Dionisos memberi kegilaan pada Agave, Autone, dan Io sehingga mereka menjadi tidak sadarkan diri dan kemudian mengikuti ritual Dionisos bersama para mainad (perempuan pengikut Dionisos) di gunung Khiteron.
Dionisos lalu secara diam-diam membimbing Pentheus menuju gunung tersebut. Ketika Pentheus mendekati mereka, Agave memergoki Pentheus dan menyangka bahwa itu adalah seekor babi hutan. Agave pun langsung mengajak yang lain untuk memburu Pentheus. Pada akhirnya para mainad, termasuk Agave, Autone dan Io, menyerang dan mengoyak serta merobek-robek tubuh Dionisos, bahkan Agave sendiri yang memotong kepala putranya itu.
Akibat perbuatannya itu, Pentheus mati, sedangkan ibu dan kedua bibi Pentheus diasingkan dari Thebes. Maka tuntaslah hukuman dari Dionisos untuk mereka.


Teiresias
Teiresias adalah seorang peramal buta yang terkenal. Dia berasal dari kota Thebes. Teiresias adalah putra dari Everes dan nimfa Khariklo. Dari ayahnya, dia menjadi keturunan dari salah seorang Spartoi, Udaios.
Ada banyak versi mengenai bagaimana Teiresias menjadi buta dan bisa meramal. Di sini akan diceritakan dua versi yang paling terkenal.
Ketika masih muda, Teiresias pernah secara tidak sengaja melihat dewi Athena yang sedang mandi. Athena marah dan membutakan mata Teiresias. Ibu Teiresias, yang merupakan teman dekat Athena, kemudian memohon pada sang dewi supaya putranya bisa melihat lagi. Namun kutukan Athena tak bisa dibatalkan. Sebagai kompensasi atas kebutaannya, akhirnya Athena memberi Teiresias beberapa kelebihan, di antaranya adalah kemampuan meramal, pemahaman atas bahasa para burung, masa hidup tujuh kali lebih panjang daripada masa hidup manusia biasa, dan kemampuan untuk tetap mengingat masa lalunya walaupun sudah berada di dunia bawah.



Marsias dan Thamiris
Beberapa manusia memiliki anugerah dan bakat dalam bermain musik dan bernyanyi. Namun dengan kelebihannya itu, terkadang ada yang malah salah arah dalam memanfaatkan kemampuannya. Para dewa dan dewi musik tidak diragukan lagi adalah sosok yang paling mumpuni dalam hal melantunkan nada-nada indah. Tetapi ada saja orang-orang yang berani menantang mereka, dan pada akhirnya harus menerima akibat yang tidak ringan. Berikut adalah Marsias dan Thamiris yang mengira bisa melampaui para dewa.

Marsias
Suatu hari dewi Athena menciptakan alat musik yang disebut aulos, yaitu pipa berbuluh dua. Namun ketika Athena mencoba meniupnya, pipi Athena menjadi menggelembung sehingga ditertawakan oleh Hera dan Afrodit. Athena yang kesal akhirnya membuang alat musik itu sembari memberi kutukan bagi siapapun yang mengambilnya.
Adalah seorang satir bernama Marsias yang menemukan aulos itu dan mulai memainkannya. Dalam waktu singkat, Marsias pun menjadi ahli memainkan aulos. Dia menjadi terkenal sebagai pemain aulos yang hebat. Namun kelebihannya itu membuatnya sombong, dia berani menantang Apollo, dewa musik.
Apollo menerima tantangan Marsias. Mereka sepakat bahwa sang pemenang boleh melakukan apapun pada yang kalah. Para Muse (dewi musik dan nyanyian) menjadi jurinya. Setelah mereka berdua tampil, para Muse menyatakan bahwa hasilnya seri. Apollo kemudian mengatakan bahwa mereka harus bertanding lagi tetapi kali ini mereka harus bermain musik dalam posisi terbalik. Marsias tidak mampu melakukannya sehingga akhirnya Apollo dinyatakan sebagai pemenang.
Apollo lalu menghukum Marsias yang telah lancang menantang seorang dewa. Apollo menggantung Marsias secara terbalik di sebuah pohon dan mengulitinya hidup-hidup sampai Marsias tak punya kulit dan mati.
Para dewa dan nimfa hutan berkabung dan menangisi nasib Marsias. Dari air mata mereka kemudian mengalirlah sungai yang disebut sungai Marsyas.

Thamiris adalah seorang penyair putra Filammon dan Argioppe dan merupakan cucu Apollo dan Khione. Dia adalah manusia pertama yang mencintai sesama jenis. Thamiris merupakan kekasih Hiakinthos sebelum sang pemuda menjadi kekasih Apollo.
Thamiris sangat mahir dalam bermain musik dan bernyanyi, alat musiknya adalah lira. Suatu hari dia memenangkan sebuah kontes musik dan dinyatakan sebagai penyanyi terbaik. Akibatnya dia menjadi sombong dan bahkan berani menantang para dewa. Thamiris menantang para Muse dalam sebuah kontes musik. Mereka membuat kesepakatan bahwa sang pemenang boleh melakukan apapun pada yang kalah. Pada akhirnya para Muse yang berhasil memenangkan kontes. Sebagai hukuman bagi Thamiris atas kelancangannya, para Muse membutakan matanya dan menghilangkan kemampuannya dalam bernyanyi serta berpuisi.


Melanippos dan Komaitho
Di kota Patrai, Akhaia, hiduplah seorang perempuan bernama Komaitho. Dia adalah pendeta perawan di kuil Artemis.
Komaitho memiliki kekasih bernama Melanippos. Melanippos mencoba mendatangi orang tua Komatho untuk melamar kekasihnya itu. Namun ayah Komaitho menolak lamaran Melanippos. Bahkan keluarga Melanippos sendiri tidak mau membantunya untuk mendapatkan Komaitho.
Komaitho dan Melanippos menjadi putus asa karena tak bisa menikah. Akhirnya saking putus asanya dan besarnya hasrat keduanya, mereka tidak memedulikan lagi hal-hal lainnya dan langsung berhubungan seksual di kuil Artemis.
Artemis marah karena ternyata pendetanya sendiri yang menodai kuil sucinya. Artemis lalu menghukum mereka dengan mengirim wabah penyakit dan kelaparan ke kota Patrai.
Para penduduk Patrai meminta nasehat pada orakel Delphi, Sang orakel memberitahu mereka bahwa dewi Artemis sedang marah karena kuilnya telah dinodai. Untuk menenangkan sang dewi, penduduk Patrai harus mengorbankan Melanippos dan Komaitho, selain itu para penduduk harus memberikan persembahan seorang pria dan perempuan muda setiap tahun untuk Artemis, dan itu harus terus dilakukan sampai datang seorang raja dari tanah asing yang membawa dewa baru.
Para penduduk kembali ke Patrai dan langsung mengorbankan Melanippos dan Komaitho di altar Artemis. Sejak itu, setiap tahunnya seorang pemuda dan seorang perawan dikorbankan untuk Artemis.
Kebiasaan ini terus berlangsung sampai akhirnya datanglah Euripilos yang membawa patung dewa Dionisos. Berkat kedatangan Euripilos ini, kebiasaan berdarah itu pun dihentikan.


sumber

Comments

Popular posts from this blog

17 Lomba Unik yang Takkan Anda Jumpai dalam Agustusan

Cantiknya Wanita Malam Tidak Secantik Siangnya